Sabtu, 20 April 2013

Mengenang Tokoh Kebudayaan Daerah

Ki Timbul Hadiprayitno


Dunia pewayangan Indonesia, khususnya wayang kulit gagrak Yogyakarta kembali kehilangan salah satu tokoh besar. Ki Timbul Hadiprayitno, dalang yang konsisten dengan gagrak Yogyakarta, Ki Timbul Hadiprayitno, seorang maestro wayang kulit, meninggal dunia dalam usia 79 tahun, menghembuskan nafas terakhir di rumahnya Jalan Parangtritis Km 14,5 Panjangjiwo, Patalan, Jetis, Bantul. Selasa (10/5) pukul 01.25 WIB. Jenazah Ki Timbul sendiri dikebumikan di Pesarean Suci, Panjangjiwo, pada pukul 14.00 WIB.
Selain masyarakat setempat dan kerabat di rumah duka, hadir juga Ki Anom Suroto, Ki Cermo Sutejo (dalang), Widayat, Marsidah (tokoh kethoprak), dosen-dosen ISI Yogyakarta dan sebagainya.
Ki Timbul Meninggalkan 12 anak kandung, dari tiga perempuan yang diperistrinya. Dari perkawinan dengan istri pertama, Tuginem, Ki Timbul dikaruniai dua orang anak. Lalu dari perkawinan dengan istri keduanya, Rukidah, dikaruniai enam orang anak. Sementara itu, perkawinan dengan istri ketiganya, Painah, tak dikaruniai anak.
Dalang kelahiran Bagelen, Purworejo, yang mendapat gelar Rio Cerma Manggala dari Keraton Yogyakarta itu sudah terkenal sejak tahun 1953 dan hingga dipanggil Yang Maha Kuasa masih aktif. Ki Timbul termasuk dalang yang sangat fanatik dengan pergelaran pakem, bukan pergelaran kolaborasi dengan berbagai cabang seni. Tak segan Ki Timbul menolak permintaan untuk pentas dengan bintang tamu pelawak.

Selain dikenal sebagai dalang yang konsisten dengan gagrak klasik Yogyakarta, Ki Timbul merupakan tokoh pewayangan yang terkenal di dalam dan luar negeri. Ia juga mengabdikan diri sebagai abdi dalem keraton dengan gelar Mas Cermomanggolo, dan menjadi guru di sekolah pedalangan Habiranda.
Pada masa era 1970-1990an, Ki Timbul sangat sering mendalang di ibukota. Misalnya pada tahun 1970-1971 ia menggelar serial Baratayuda di Senayan. Kemudian pada tahun 1982-1994 ia menjadi dalang tetap peringatan 1 Sura di Senayan.

Gaya mendalang Ki Timbul ini konon sangat disukai pejabat tinggi ibukota, termasuk almarhum Presiden Soeharto. Tidak ketinggalan, almarhum Gus Dur pun kepincut dengan gaya mendalang Ki Timbul yang klasik dan teguh dengan filosofi Jawa.
Ki Timbul juga membagi ilmunya dengan mengajar mendalang di pedalangan Habiranda Kraton Yogyakarta serta menjadi dosen tamu ISI Yogyakarta. Semasa zaman Orde Baru, Ki Timbul pernah mendalang dengan lakon Semar Babar Jati Diri di hadapan Presiden Suharto waktu itu. Sedang saat mantan Presiden Gus Dur sudah tidak menjabat presiden lagi, beliau juga lebih dari 3 kali menyaksikan penampilan Ki Timbul. Saat menjadi Presiden tahun 2001, Gus Dur menyaksikan penampilan Ki Timbul saat mendalang di Balairung Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Menurut orang dekat Gus Dur, Agus Wiyarto, yang hadir di rumah duka, semasa hidup Bapak Pluralisme itu telah lima kali nanggap Ki Timbul. "Kalau sudah bilang pingin nonton Ki Timbul, itu artinya Gus Dur kangen. Gus Dur menganggap konsistensi Ki Timbul terhadap gagrak Yogyakarta ini menjadi kamus filosofi Jawa yang inspiratif," jelas pria yang kini menjadi Ketua DPW PKB Indonesia DIY, itu.
Sementara itu, juru kunci Merapi, Asih atau Mas Lurah Suraksosihono menyatakan jika Ki Timbul berteman akrab dengan almarhum mbah Maridjan. "Mereka sahabat karib, dengan hobi yang sama yaitu melestarikan wayang kulit sampai akhir hayat Mereka juga rutin saling silaturahmi ," kata Asih.
Menurut Asih, secara pribadi dirinya juga merasa kehilangan sosok Ki Timbul. Sosok Ki Timbul yang menjadi dalang langganan warga lereng Merapi setiap ada acara ruwatan itu adalah sosok yang teguh mendarmabaktikan dirinya untuk pewayangan.
"Saya berharap sikap semacam ini bisa menular pada dalang-dalang muda," katanya.

Audio pagelaran wayang oleh Ki Timbul Cermo Manggolo
( Ki Timbul Hadiprayitno ):

    1. Abimanyu Gugur
    2. Durna Gugur
    3. Gatotkaca Krama
    4. Rama Nitis
    5. Suyudana Gugur
    6. Kresna Duta
    7. Wahyu Setyo Wacono
    8. Banjaran Abimanyu
    9. Banjaran Arjuna
    10. Banjaran Bimo Seno
    11. Banjaran Carios Hanoman
    12. Banjaran Carios Gatotkaca
    13. Banjaran Duryudono
    14. Banjaran Karno
    15. Banjaran Kumbokarno
    16. Banjaran Pandita Durna
    17. Banjaran Baladewa
    18. Banjaran Sengkuni
    19. Banjaran Rahwana
    20. Begawan Ciptoning (Mintaraga)
    21. Durna Gugur
    22. Gatotkaca Gugur
    23. Gatotkaca Krama
    24. Kalima Husada
    25. Karno Tanding
    26. Kresna Duta
    27. Kresna Gugah
    28. Kuncara Manik
    29. Lokapala Bedah
    30. Pasar Anyar Ngastino
    31. Prabu Watu Gunung
    32. Permadi Krama
    33. Puspita Dewa Retna
    34. Rama Nitik
    35. Rama Tambak
    36. Rubuhan (Barata Yudha)
    37. Satriyo Pinilih
    38. Semar Boyong
    39. Sesaji Rajasuya
    40. Setya Wening
    41. Suyudana Gugur
    42. Wahyu Imandaya Nutuh
    43. Wahyu Widayat
    44. Wisanggeni Krama
    45. Wisnu Ratu
    46. Lahire Parikesit
    47. Wahyu Cahyo Wacono
    48. Duryudana Gugur
    49. Antareja Begal
    50. Gatutkaca Kendaga
    51. Sembodro Ratu
    52. Dasamuka Lena
    53. Bisma Gugur, Seta Gugur
    54. Wahyu Makutharama
    55. Rabine Wisnu
    56. Rama Nitik
    57. Kuntulwilanten
    58. Wahyu Tirta Panca Purba
    59. Wahyu Purbajati
    60. Kresno Malang Dewo
      Kiprah Sebagai Dalang Konsisten

      Ki Timbul Hadiprayitno atau kini M.W Timbul Cermo Manggala tergolong dalang paling senior dan masih aktif sampai sekarang. Lahir di desa Jenar, Bagelan, Purworejo pada tahun 1932. Darah seni dan bakatnya mendalang harus diakui tidak datang secara tiba-tiba, meskipun jelas dari garis keturunannya.
      Pada awalnya Timbul yang masih bocah itu memang sudah menunjukkan kelebihannya dalam bermain wayang. Kemampuan ini di dapat dari kakeknya, Ki Gunawarto. Di dorong oleh motivasinya yang tinggi, pada tahun 1956, Timbul masuk ke Habirandha keraton Yogyakarta. Di sekolah pedalangan milik keraton inilah Timbul mendapatkan gemblengan, pengetahuan baik teori, retorika serta filsafat tentang wayang yang menjadi bekalnya kemudian sebagai dalang. Kerja kerasnya tidak sia-sia. Mula-mula Timbul menggelar pementasanya di daerahnya. Eksistensinya sebagai dalang semakin mendapat pengakuan luas, terbukti kemudian Ki Timbul menguasai Yogya bagian Selatan, Utara, Timur dan Barat
      Namanya terus melambung. Pada dekace 80-an, Ki Timbul melawat ke Lampung, Lombok, dan ke London (Inggris).

      Banyak lakon yang sudah digarapnya disamping menyajikan lakon-lakon baku yang sudah ada. Sebagai dalang Ki Timbul menampakkan cirinya yang khas yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecintanya: sabet, filsafat serta kesetiaannya yang tidak bisa ditawar pada dunia seni pewayangan klasik Yogyakarta. Prinsip ini seakan tidak tergoyahkan bahkan sampai sekarang ketika para dalang-dalang muda bermunculan.
      Atas keseniannya, Kti Timbul sejak tahun 1986 mengajar di ISI Yogyakarta. Adapun berkait dengan penghargaan, Ki Timbul Hadiprayitno pernah menerimanya dari Mendikbud RI, Kodam V Brawijaya Jatim, Polda Jateng, TVRI Stasiun Yogyakarta, RRI Nusantara II, Pemda Bantul, Fakultas Sastra UGM, mingguan Buana Minggu Jakarta, Pepadi dan masih banyak lainnya.
      Sementara dari Keraton Yogyakarta tempat dimana ia mengabdikan dirinya sebagai abdi dalem, Ki Timbul Hadiprayitno mendapat anugerah nama M.W. Timbul Cermo Manggala, dan budaya dalam serat bratayuda (Cetakan I terbit Maret 2004), Teori Estetika untuk Seni Pedalangan (Cetakan I, terbit September 2004).

      Selain itu juga mengerjakan penulisan Naskah dan Karya Seni, antara lain Smaradahana (1995), Ontran-ontran Mandura (1996), Dewa Ruci (1997), Prigiwa-Pregiwati (1997), Babad Alas Mertani (1999), Harjuna Wijimulya (2000), Sang Palasara (2001), Apologi Rama (2001) Tele Wayang serial Gathutkaca (1999-2000).
      Pengalaman dalam program Pengabdian Masyarakat : Tim Penyuluhan Seni ISI Yogyakarta bidang seni pedalangan di DIY dan sekitarnya (1999 s/d 2001); Ketua PEPADI (Perstuan Dalang Indonesia) Prop. DIY dua periode sejak 1998 – 2001 dan 2001 – 2004; Anggota Dewan Kebijaksanaan SENA WANGI Jakarta (2001-2004); Ketua tim Sibermas ISI Yogyakarta (2001-2004) di Kab Gunung Kidul DIY Ketua Pendampingan UKM Perajin Kulit di Kec. Pajangan Bantul, Yogyakarta (2001).
      Pengalaman misi luar negeri : 1989 ke London sebagai tim editing film wayang The Crown of Roma, 1997 ke India dalam rangka workshop and Exhibition Indian and South East of Asia Tribal Art.

      sumber: berbagai media


      " Selamat Jalan Ki Timbul Namamu Akan Terukir Diatas Karya Senimu "

      Semoga Amal Ibadahnya diterima Allah SWT,
      di ampuni segala Dosa-dosanya, dan diberikan jalan terang serta mendapatkan tempat yang sempurna disisi-Nya. 
      Amiien, , , ,


      https://youtu.be/SJfMfAuYtTc




      Tidak ada komentar:

      Posting Komentar