Sabtu, 31 Agustus 2013

Filosofi Cerita Wayang Kulit

Mengajarkan Moral Anak Lewat Kisah Lakon Wayang Kulit Wisanggeni Lahir

Seperti yang kita ketahui, banyak pesan moral yang ada dalam kisah pewayangan seperti: Baratayuda, anoman obong, baruklinthing, lahirnya wisanggeni dan lain-lain.
Mungkin kebanyakan orang modern kurang memahami semua materi dan pesan moral yang terkandung dalam kisah-kisah tersebut, namun ada satu kisah yang lumayan saya pahami dan saya rasa sangat menarik untuk di kupas mengenai pesan moral nya yaitu; lakon lahirnya wisanggeni.

Kisah kelahiran Wisanggeni diawali dengan kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna yang telah menikahi Batari Dresanala. Dewasrani merengek kepada ibunya supaya memisahkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada suaminya, yaitu Batara Guru, raja para Dewa.
Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brama menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih membela Arjuna.


Brama yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke alam dunia dengan alasan Dresanala hendak dijadikan Batara Guru sebagai penari di kahyangan utama. Arjuna pun menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna pergi, Brama pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang dikandungnya secara paksa.

Dresanala pun melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani datang menjemputnya, sementara Brama membuang cucunya sendiri yang baru lahir itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.

Narada diam-diam mengawasi semua kejadian tersebut. Ia pun membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna “racun api”. Hal ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brama, sang dewa penguasa api. Selain itu, api kawah Candradimuka bukannya membunuh justru menghidupkan Wisanggeni.

Atas petunjuk Narada, Wisanggeni pun membuat kekacauan di kahyangan. Tidak ada seorang pun yang mampu menangkap dan menaklukkannya, karena ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang, leluhurnya.
pesan moral dalam lakon ini antara lain adalah: -wisanggeni di buang di kawah candra dimuka, bukan nya mati tapi justru tumbuh menjadi pemuda sakti dan tangguh.

kalo di maknai secara harfiah yaitu; seorang anak yang di pisah dari orang tua nya untuk menuntut ilmu di sebuah padepokan, perguruan maupun pesantren tanpa di dampingi oleh kedua oarang tua nya namun tetap di bawah pengawasan orang yang tepat dan bijaksana, di tempat sang anak belajar, ia di didik dengan disiplin dan di tempa agar siap menjadi anak yang tangguh untuk menghadapi tuntutan zaman yang semakin tidak karuan.

sumber: media seni budaya Indonesia

motto
Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa.
Melestarikan budaya nasional warisan leluhur sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesia












by : Imam Sugraha (Wonosobo)

Cerita Wayang Kulit Wisanggeni Lahir

Wisanggeni Lahir

Tersebutlah Dewi Dresanala Dewi Cantik yang dihadiahkan pada Arjuna beserta Ke enam Dewi lainnya karena Arjuna berhasil membunuh raja raksasa yang meminta Dewi Supraba sebagai istrinya. rupanya anak Bhatari Durga bernama Dewasrani menginginkan juga Dewi Cantik Dewi Dresanala ini. tapi apa lacur? Sang Dewi beserta 7 Dewi lainnya telah mengandung bibit benih Arjuna. dan kayaknya Arjuna sayang juga terhadap sang Dewi, Arjuna sering menyambangi Dewi cantik ini di Khayangan.

Tersebutlah sang Dewasrani mengadu kepada ibunya Bhatari Durga, ibunya kemudian berkata, menghadaplah kepada Bhatara Guru (Sang Hyang Girinata atau Jagatnata) aku akan mencoba untuk membantumu, maka berangkatlah Dewasrani diiringi oleh sang ibu Bhatari Durga ke Paseban Agung tempat Bhatara Guru dan Para Dewa bertemu.

Di paseban agung hadir Dewa Dewa dan terutama Bhatara Guru sebagai Rajanya Para Dewa, lalu Bhatara Narada sebagai Patihnya Para Dewa, dan Bhatara Penyarikan, Bhatara Indra, Bhatara Kamajaya dan bermacam macam dewa hadir dalam pertemuan agung itu. nah saat itu menghadaplah Dewasrani, mengutarakan maksudnya untuk “Mengawini” Dewi Dresanala, dengan didampingi Bhatari Durga yang juga ikut melobi kepada Bhatara Guru.

Seperti biasa Bhatara Guru termakan omongan bhatari Durga dan Dewasrani, maka Bhatara Guru mengeluarkan titah untuk mengusir Arjuna dari Khayangan (kebetulan Arjuna sedang berada di Khayanan mengunjungi Dewi Dresnala), dan menggugurkan semua kandungan bidadari yang berasal dari benih Arjuna, dan mengawinkan Dewi Dresanala dengan Dewasrani.


Bhatara Narada dan Bhatara Kamajaya berusaha mencegah, tapi malah diberi pidana dengan dilepas pangkat dan kedudukanya sebagai dewa, Bhatara Narada marah dan turun ke bumi bersama Bhatara Kamajaya. sementara itu pasukan dewa dibawah pimpinan Bhatara Penyarikan dan Bhatara Indra segera diutus untuk menjalankan perintah, menggugurkan semua kandungan bidadari, mengusir Arjuna dari khayangan dan membawa paksa Dewi Dresanala.

Terkisahkan pasukan dewa sampai di kediaman Dewi Dresnala, Arjuna diusir dengan kasar dan kembali ke Marcapada dengan sedih. Dewi Dresanala dipaksa untuk ikut ke kediaman Dewasrani, saking sedihnya Dewi Dresanala berteriak nyaring, lalu lahirlah jabang bayi dari perutnya bersamaan dengan teriakan itu.



Sementara di Marcapada Semar Badranaya (atau Punokawan Jelmaan Sang Hyang Ismaya saudara Sang Hyang Girinata dan Sang Hyang Antaga/Togog) dilapori Arjuna kejadian yang terjadi, apalagi pasukan baju barat dari Sentra Gandamayit kediaman Bhatari Durga sempat menghambat langkah Arjuna, untung bisa dimusnahkan. Semar naik darah dan pergi ke khayangan untuk melihat apa yang terjadi.

Bayi yang masih orok itu, yang merupakan anak Dewi Dresanala seharusnya dilihat dengan penuh kasih sayang, tapi tidak dengan pasukan dewa. mereka justru memukuli bayi merah itu. anehnya bukanya mati, justru bayi merah itu jadi bisa merangkak. Bhatara Indra dan Bhatara Penyarikan bingung, maka disiapkanlah pusaka. dihantamkanya ke bayi merangkak tadi. keajaiban kembali terjadi, bayi itu berubah jadi anak kecil yang bisa berjalan. kehilangan akal sehatnya bayi itu dimasukan kedalam Kawah Candradimuka.


Semar melihatnya dengan penuh gregetan, dia sudah tidak sabar pengen menampar para dewa dewa tanpa rasa kasihan itu, lalu Semar turun dan berdiri di samping Kawah Candradimuka. tiba tiba keluarlah anak muda dari dalam kawah dengan tubuh berwarna merah api. dia kemudian menghampiri Semar dan bertanya siapa dirinya dan siapa ayah ibunya.

Semar memberi nama Wisanggeni kepadanya. begitu diberi nama Wisanggeni si pemuda ini menjadi sehat badannya, segar dan penuh dengan kekuatan. dia berterima kasih kepada Semar. lalu oleh Semar disuruh untuk bertanya kepada pasukan dewa siapa ayah ibunya. bagaimana kalau tak dijawab? kata si Wisanggeni, gebuki aja kata Semar.

Wisanggeni menghadang pasukan dewa, dan seperti disinyalir, pasukan dewa gak tau siapa ayah ibu anak ini, maka Wisanggeni mengamuk dan dihajarlah pasukan dewa sampai kocar kacir, dan akhirnya menghadap ke Bhatara Guru. Wisanggeni mengikuti ke hadapan Bhatara Guru diiringi oleh Semar dari jauh.

Bhatara Guru marah, Semar menyuruh Wisanggeni berbuat sama pada Bhatara Guru, bertanya siapa ayah ibunya kalo gak dijawab gebuki. dan Bhatara Guru bertanding melawan Wisanggeni, dan kalah. di tangan kanan kirinya tak mampu menembus kulit  Raden Wisanggeni. Bhatara Guru melarikan diri ke dunia….

Wisanggeni mengikuti larinya Bhatara Guru ke dunia. di dunia Bhatara Guru menemui Arjuna yang lagi bersedih bersama Bimasena atau Werkudoro. dia dibarengi oleh 2 orang petapa yang membimbing Arjuna. Bhatara Guru datang dan meminta bantuan. bahwa ada anak setan yang mengacak acak khayangan. walaupun Arjuna sedih karena diperlakukan buruk oleh para dewa, dia siap maju. tapi Werkudoro mencegah dan maju terlebih dahulu.

Wisanggeni melihat ada satria tinggi besar bertanya pada semar, siapa itu? dijawab oleh Semar, Satria Yodipati Werkudoro. ketika akan dihajar oleh Wisanggeni, Semar melarang dan menyuruh Wisanggeni menghantam Kuku Pancanaka Werkudoro, karena itu kelemahanya. dan benar, setelah tantang menantang terjadilah perkelahian antara Wisanggeni dan Werkudoro. Werkudoro mundur ketika Wisanggeni menghantam kukunya. sambil menahan sakit Werkudoro menyuruh Arjuna maju.

Melihat ada satria bagus maju bertanya Wisanggeni siapa dia? maka dijawab oleh Semar itu ayahmu, janganlah melawannya. dan Wisanggeni pun berkelahi tanpa kekuatan, dia hampir dikeris oleh Arjuna, tapi dihalangi Semar. Semar berkata lebih baik bunuh saya, karena dia itu anakmu, dan berangkulanlah dua orang ayah anak itu sambil menangis.

Bima ngamuk ngamuk setelah tahu Bhatara Guru salah, dia berkata pantas saja aku kalah, ia mengaku membela orang yang salah. dan dua pertapa berubah jadi Bhatara Kamajaya dan Bhatara Narada setelah tidak kuat berhadapan dengan Semar. Bhatara Guru minta maaf pada Semar, Bhatara Narada dan juga Arjuna serta Wisanggeni. berjanji tidak akan mengulangi.

Wisanggeni melabrak tempat kediaman Dewasrani, Dewasrani digebuki oleh Wisanggeni, Dewi Dresnala diajak pulang, sementara ibunya Bhetari Durga di hadapi Semar, maka lunglailah sang Bhetari, dia tidak berani melawan semar. pasukan baju barat yg tadinya mengacau dibawa balik setelah Semar memaafkan si Bhatari Durga, akhirnya berkumpullah, Dewi Dresnala, Arjuna, dan Wisanggeni.

Kesimpulan bahwa Raden Wisanggeni putra Dewi Dresanala istri Arjuna dengan kekuatannya atau kesaktiannya sebenarnya mendapat bantuan langsung oleh Dewa Sang Hyang Wenang yang juga adalah orangtua dari Semar, Bhetara Guru dan Togog.
 

Dan cerita ini telah di pagelarkan di Perumahan Graha Prima Rw.016 pada tanggal 24 Agustus 2013 oleh Dalang Ki Palguno Edy Subagyo, SE dari Yogyakarta bersama sinden bintang tamu mba' Tumpuk dari Wonosobo, hadirin para penonton yang begitu antusias menyaksikan hiburan pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini hingga selesai sampai pagi (tanceb kayon).

Keterangan:
lakon "Wisanggeni Lahir" dalam pementasan wayang kulit oleh para Ki Dalang dalam alur cerita terkadang ada pembedaan, namun tetap pada titik temu dari karakter sosok wayang (pakem).

sumber: seni budaya wayang Indonesia

motto
Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa.
Melestarikan budaya nasional warisan leluhur sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesia




by: Imam Sugraha (wonosobo)