Selasa, 13 Januari 2015

Karakter Puntadewa

Yudhistira Lambang Manusia Sabar dan Adil

Orangnya pendiam tidak banyak bicara. Kalaupun berbicara tidak banyak direkayasa supaya menarik perhatian orang. Ia sabar, jujur dan adil serta pasrah dalam menghadapi cobaan hidup. Dialah yudhistira.
Karena jujur dan sabar harus disertai kesumerahan, maka ia mampu memenjarakan nafsu. kesabaran tanpa kesumerahan belum dapat dikatan sabar. Untuk melukiskan sejauh mana kesabaran dan kesumerahannya, dijelaskan dalam kisah sebagai berikut:
Ketika itu Pandawa sedang berada di hutan Kamiaka. Merek sedang menjalani hukuman buang selama 13 tahun akibat tipudaya kaum Kurawa. Lapar dan dahaga serta bahaya yang setiap saat mengancam merupakan derita yang amat sangat. Tetapi berkat keteguhan dan ketabahan serta tak putus-putus berdoa kepada Hyang Maha Tunggal kesemua itu dapat diatasi.
"Hemm, sampai kapan derita ini akan berakhir, si Duryudana keparat itu semakin besar kepala," geram Bima, "Baru tujuh tahun Sena. Tinggal enam tahun lagi, sabarlah dik," Yudhistira menghibur. "Kalau saja aku diberi ijin kakang Yudhistira, sekarang juga aku gedor si laknat itu," kata Bima penuh nafsu.
"Tulisan neraca Maha Agung tak dapat diubah lagi. Andaipun kita bertindak, tetapi tidak akan merubah nasib, dik. Malapetaka ini harus kita jadikan pelajaran untuk memperkuat jiwa dan pikiran agar siap menghadapi segala tantangan hidup," ujar Yudhistira. Sabar dan kesumerahan Yudhistira membuat adik-adiknya tunduk tak berani membantah.
Pada suatu hari terjadi musibah menimpa keluarga Pandawa. Arjuna, Nalu dan Sadeewa ditemukan ajal setelah minum air kolam di tengah hutan itu. Rupa-rupanya kolam itu ada penunggunya. Dengan perasaan sedih Yudhistira berkata: "Duh, dewta, siapa yang tega mencabut nyawa adik-adikku. habislah harapanku untuk merebut negeri Astina. Dinda Arjuna, kaulah andalan kami, tapi kini kau telah pergi untuk selama-lamanya. Apa dayaku," ratapnya.
Tak lama kemudian terdengar suara tanpa rupa: "Mereka mati karena minum air kolam. Peringatanku tak dihiraukan." "Oh, siapakah tuan?" tanya Yudhistira. "Aku penunggu kolam. Saudaramu tak menghiraukan peringatanku untuk tidak minum air itu," jawabnya.
"Hamba mohon maaf atas kelancangan adik-adik hamba. Jika memang kematiannya sudah kehendak Hyang Pinasti, hama relakan. Tetapi jika kematiannya belum waktunya, sudi kiranya tuan menolong menghidupkannya kembali," pintanya. "Aku bersedia menghidupkan salah seorang diantara mereka, asal kau bersedia menjawab beberapa pertanyaanku," kata suara itu.
"Hamba akan menurut kehendak tuan, Silahkan tuan bertanya barangkali hamba dapat menjawabnya," "Baik, dengarkan. Pertanyaan pertama: Siapa musuh yang paling gagah suka membunuh tapi sukar dilawan?"
"Menurut hamba musuh yang paling gagah adalah hawa nafsu yang bersemayam di dalam diri sendiri. Ia suka membunuh apabila diperturutkan keinginannya. Ia sukar dilawan jika iman kita lemah," jawab Yudhistira.
"Jawabanmu benar. Sekarang pertanyaan kedua: Yang bagaimana orang yang baik itu dan bagaimana orang yang buruk itu?"
"Menurut hamba orang yang baik adalah orang yang berbudi luhur mau menolong yang susah dan kasih sayang terhadap sesama. Sedangkan orang yang buruk adalah orang yang tak menaruh belas kasih dan tak berperikemanusiaan."
"Benar, sekarang apakah yang tinggi ilmu itu orang yang pandai membaca kitab atau ngaji, atau orang alim atau karena keturunan?"
"Menurut hamba orang yang berilmu tinggi bukan karena ia pintar ngaji. Sebab meskipun pintar ngaji, ilmunya tinggi tetapi kalau pikirannya takabur suka ingkar janji, dia bukan orang alim dan bukan pula orang baik," jawabnya.
"Jawabanmu semua benar. Sekarang pilih salah seorang mana yang harus aku hidupkan kembali," kata suara itu. Yudhistira tampak bingung siapa yang harus ia pilih. Menurut kata hati Arjunalah pilihannya. Selain satu ibu. dia merupakan andalan jika ada kerusuhan. Tapi pilihan itu segera hilang dari ingatannya, manakala pertimbangan rasa tertuju kepada si kembar yang sudah tidak beribu. Jikalau memilih Arjuna. selain akan sedih arwahnya, juga sangat tak adil. Maka akhirnya pilihan jatuh kepada Nakula yang segera ia sampaikan kepada si penunggu kolam. "Hamba memilih Nakula, tuan." "Mengapa engkau memilih Nakula. Bukankah Arjuna lebih penting untuk tenaga andalanmu, lagi pula seibu?" tanya suara itu.
"Bagi hamba bukan soal penting atau tidaknya, tetapi keadilannya. Dengan memilih Nakula, maka kedua ibu hamba akan sama-sama merasa senang. Dari ibu Kunti kehilangan Arjuna, sedangkan dari ibu Madrim kehilangan Sadewa. Bukankah pilihan itu cukup adil," jawab Yudhistira.
"Benar-benar engkau kekasih Yang Manon. Kau manusia berbudi luhur, sabar dan cinta keadilan. Tapi mengapa engkau lebih berat kepada adil dari pada kasih sayang?" tanyanya lagi.
"Sebab adil harus jauh dari sifat serakah. Jika hanya kasih atau sayang saja, maka ia akan menyalahkan yang benar membenarkan yang salah. Yang buruk seperti bagus, yang kotor seperti bersih, yang dilihat hanya bagusnya saja. Wataknya masih suka menghilangkan kebenaran mengaburkan penglihatan," Yudhistira menegaskan pendiriannya. Suara itu tak menjawab lagi, sebagai gantinya Batara Darma, dewa keadilan, telah berdiri di hadapan Yudhistira seraya bersabda: "Anakku, engkau benar benar mustikaning manusia. Sebagai imbalannya ketiga saudaramu akan kuhidupkan kembali," tukasnya, yang tak lain adalah suara yang tanpa rupa tadi.
Betapa gembirannya Yudhistira dapat berkumpul kembali dengan adik-adiknya. Kemudian mereka melanjutkan pengembaraannya menyusuri hutan-hutan belantara dengan tabah dan tawakal.
 sumber: seni budaya wayang Indonesia








Cerita Pendawa Lima

Pandawa Seda

Setelah Parikesit putera Abimanyu dan Dewi Utari, yang tak lain adalah cucu Arjuna dinobatkan sebagai raja Hastina, Yudhistira merasa bahwa inilah saatnya untuk meninggalkan semua kehidupan duniawi dan berniat untuk mengembara mendaki puncak Mahameru. Para Pandawa yang lain tidak rela bila harus ditinggalkan oleh kakaknya, mereka bersikeras untuk ikut mendaki puncak Mahameru. Begitu juga dengan Drupadi, ia juga ingin ikut dalam perjalanan yang tidak mudah itu. Yudhistira berusaha mencegah istrinya, namun Drupadi sudah bertekad bahwa Pandawalah keluarganya sekarang. Ayah, saudara dan puteranya telah gugur di Bharatayudha.
Yudhistira pun tidak bisa menolak permintaan saudara dn istrinya. Mereka bernenam bersiap untuk mendaki gunung Mahameru. Saat akan memulai pendakian, di kaki gunung, mereka bertemu dengan anjing putih  bersih dan matanya bersinar terang. Anjing itu pun ikut dalam perjalanan itu.
Perjalanan menuju puncak Mahameru, semakin ke atas, udara semakin tipis dan angin bertiup semakin kencang. Drupadi semakin lemah hingga harus dibantu oleh Bima. Namun akhirnya Drupadi tidak sanggup lagi, ia meninggal sebelum mencapapi puncak Mahameru di pangkuan suaminya. Drupadi tidak bisa mencapai puncak Mahameru karena sebenarnya di dalam hatinya ia lebih mecintai Arjuna diabnding Yudhistira suaminya.
Setelah mengurus jenazah Drupadi secara layak, Pandawa melanjutkan perjalannya. Namun beberapa waktu kemudian, Sadewa terlihat sangat kelelahan dan sempoyongan. Sadewa akhirnya gugur sebelum mencapai puncak Mahameru. Hal ini dikarenakanSadewa merasa bahwa dirinya adalah yang paling cakap diantara kelima bersaudara.
Keempat bersaudara itu kemudian melanjutkan perjalanannya. Namun, tak lama kemudian Nakula pun tak sanggup untuk meneruskan perjalannya. Ia meninggal sebelum berhasil mencapai puncak Mahameru. Hal ini dikarenakan, ia menganggap bahwa diirnya yang paling lincah dan sakti.
Tiga putera Kunti ini akhirnya melanjutkan perjalannya. Anjing yang mereka temui di kaki gunung pun masih setia mendampingi perjalanan mereka. Namun tak berapa lama, Arjuna tampak kelelahan dan tak sanggup melanjutkan perjalanan. Ini karena kesombongannya dan selalu menganggap bahwa dirinya adalah yang paling tampan dan sakti diantara saudaranya.
Kini tinggal Bima, Yudhistira dan sang anjing putih. Puncak Mahameru sudah tampak, namun Bima sudah tak kuat lagi untuk melangkahkan kakinya menuju puncak itu. Ia pun akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.Dalam hati Bima selalu menganggap bahwa dirinyalah yang paling sakti gagah perkasa dan tidak ada yang ditakuti.
Tinggal Yudhistira yang dibilang lemah masih tangguh untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak Mahameru bersama sang anjing. Setelah mencapai puncak Mahameru, seberkas sincar teang muncul dihadapannya Sinar itu kemudian menjelma menjadi Batara Indra menyambut kedatangan Yudhitira.

Batara Indra menyampaikan bahwa Yuhistira diperbolehkan masuk ke dalam kahyangan dengan jasad kasarnya, tetapi sanga anjing tidak diperbolehkan memasuki kahyangan. Mendengar hal itu, Yudhistira kemudian berkata bahwa ia rela tidak masuk ke dalam kahyangan bila anjing yang setia menemani perjalannya tidak diijinkan masuk pula.
Seketika, sang anjing berubah menjadi Batara Darma. Bathara Dharma ternyata sedang menguji budi luhur puteranya, dan memang terbukti bahwa Yudhistira adalah orang yang berbudi luhur tanpa cela.
Yudhistira dibawa masuk ke kahyangan. Disana ia ditunjukkan para Kurawa bersama dengan Sengkuni bersenang-senang menikmati makanan yang enak.  Melihat hal itu, Yudhistira tidak meras iri, ia justru berkata bahwa mereka berhak tinggal di kahyangan karena mereka gugur untuk membela negerinya.
Di tempat lain, Yudhistira ditunjukkan keempat saudaranya dan istrinya Dropadi dirantai dan dikelilingi oleh api. Melihat hal itu, Yudhistira pun tidak bersedih hati, ia berkata bahwa tidak ada manusia yang tidak luput dari dosa, begitu juga dengan saudaranya dan istrinya. Tetapi ia yakin bahwa dosa mereka lebih sedikit dibanding pahalanya, maka ia yakin bahwa itu tidak akan berlangsung lama.
Yudhistira juga ditunjukkan seorang wanita cantik dengan berbagai perhiasan, namun disekililingnya tertusuk oleh panah dari emas. Yudhistira pun berkata bahwa sang wanita bersalah karena serakah atas harta. Seharusnya dalam hidup, manusia harus mementingkan budi pekerti daripada harta kekayaan. Bathara Indra kemudian menunjukkan Yudhistira kepada orang yang ditarik oleh capitan sehingga mirip seperti bebek. Yudhistira kemudian berkata bahwa salah satu kejahatan yang paling hina adalah fitnah.
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Yudhistira, bathara Indra kemudian menunjukkan keadaan yang sebenarnya. Diperlihatkannya, Sangkuni tersiksa dengan gembok di mulutnya. Hal itu karena mulut Sengkuni itulah yang menjadi sumber kejahatan. Tampak pula para Kurawa yang dikelilingi api dan dijaga oleh naga yang selalu menyemburkan api. Dursasan dililit olehkain kemben berkepala naga sebagai hukumannya taas tindakannya kepada Drupadi. Sedangkan Duryudana dijepit oleh dua batu panas sementara di hadapannya ada sebuah mata air yang sangat jenih dan sejuk.
Bathara Indra kemudian membawa Yudhistira kembali ke kahyangan, disana dia diperlihatkan Drupadi dan keempat saudaranya yang sedang bercengkerama dengan Bisma dalam sebuah kamar yang sangat megah.

sumber: seni budaya wayang Indonesia

motto
- Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa.
- Melestarikan budaya nasional warisan leluhur sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesia

Sabtu, 31 Agustus 2013

Filosofi Cerita Wayang Kulit

Mengajarkan Moral Anak Lewat Kisah Lakon Wayang Kulit Wisanggeni Lahir

Seperti yang kita ketahui, banyak pesan moral yang ada dalam kisah pewayangan seperti: Baratayuda, anoman obong, baruklinthing, lahirnya wisanggeni dan lain-lain.
Mungkin kebanyakan orang modern kurang memahami semua materi dan pesan moral yang terkandung dalam kisah-kisah tersebut, namun ada satu kisah yang lumayan saya pahami dan saya rasa sangat menarik untuk di kupas mengenai pesan moral nya yaitu; lakon lahirnya wisanggeni.

Kisah kelahiran Wisanggeni diawali dengan kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna yang telah menikahi Batari Dresanala. Dewasrani merengek kepada ibunya supaya memisahkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada suaminya, yaitu Batara Guru, raja para Dewa.
Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brama menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih membela Arjuna.


Brama yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke alam dunia dengan alasan Dresanala hendak dijadikan Batara Guru sebagai penari di kahyangan utama. Arjuna pun menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna pergi, Brama pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang dikandungnya secara paksa.

Dresanala pun melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani datang menjemputnya, sementara Brama membuang cucunya sendiri yang baru lahir itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.

Narada diam-diam mengawasi semua kejadian tersebut. Ia pun membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna “racun api”. Hal ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brama, sang dewa penguasa api. Selain itu, api kawah Candradimuka bukannya membunuh justru menghidupkan Wisanggeni.

Atas petunjuk Narada, Wisanggeni pun membuat kekacauan di kahyangan. Tidak ada seorang pun yang mampu menangkap dan menaklukkannya, karena ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang, leluhurnya.
pesan moral dalam lakon ini antara lain adalah: -wisanggeni di buang di kawah candra dimuka, bukan nya mati tapi justru tumbuh menjadi pemuda sakti dan tangguh.

kalo di maknai secara harfiah yaitu; seorang anak yang di pisah dari orang tua nya untuk menuntut ilmu di sebuah padepokan, perguruan maupun pesantren tanpa di dampingi oleh kedua oarang tua nya namun tetap di bawah pengawasan orang yang tepat dan bijaksana, di tempat sang anak belajar, ia di didik dengan disiplin dan di tempa agar siap menjadi anak yang tangguh untuk menghadapi tuntutan zaman yang semakin tidak karuan.

sumber: media seni budaya Indonesia

motto
Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa.
Melestarikan budaya nasional warisan leluhur sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesia












by : Imam Sugraha (Wonosobo)

Cerita Wayang Kulit Wisanggeni Lahir

Wisanggeni Lahir

Tersebutlah Dewi Dresanala Dewi Cantik yang dihadiahkan pada Arjuna beserta Ke enam Dewi lainnya karena Arjuna berhasil membunuh raja raksasa yang meminta Dewi Supraba sebagai istrinya. rupanya anak Bhatari Durga bernama Dewasrani menginginkan juga Dewi Cantik Dewi Dresanala ini. tapi apa lacur? Sang Dewi beserta 7 Dewi lainnya telah mengandung bibit benih Arjuna. dan kayaknya Arjuna sayang juga terhadap sang Dewi, Arjuna sering menyambangi Dewi cantik ini di Khayangan.

Tersebutlah sang Dewasrani mengadu kepada ibunya Bhatari Durga, ibunya kemudian berkata, menghadaplah kepada Bhatara Guru (Sang Hyang Girinata atau Jagatnata) aku akan mencoba untuk membantumu, maka berangkatlah Dewasrani diiringi oleh sang ibu Bhatari Durga ke Paseban Agung tempat Bhatara Guru dan Para Dewa bertemu.

Di paseban agung hadir Dewa Dewa dan terutama Bhatara Guru sebagai Rajanya Para Dewa, lalu Bhatara Narada sebagai Patihnya Para Dewa, dan Bhatara Penyarikan, Bhatara Indra, Bhatara Kamajaya dan bermacam macam dewa hadir dalam pertemuan agung itu. nah saat itu menghadaplah Dewasrani, mengutarakan maksudnya untuk “Mengawini” Dewi Dresanala, dengan didampingi Bhatari Durga yang juga ikut melobi kepada Bhatara Guru.

Seperti biasa Bhatara Guru termakan omongan bhatari Durga dan Dewasrani, maka Bhatara Guru mengeluarkan titah untuk mengusir Arjuna dari Khayangan (kebetulan Arjuna sedang berada di Khayanan mengunjungi Dewi Dresnala), dan menggugurkan semua kandungan bidadari yang berasal dari benih Arjuna, dan mengawinkan Dewi Dresanala dengan Dewasrani.


Bhatara Narada dan Bhatara Kamajaya berusaha mencegah, tapi malah diberi pidana dengan dilepas pangkat dan kedudukanya sebagai dewa, Bhatara Narada marah dan turun ke bumi bersama Bhatara Kamajaya. sementara itu pasukan dewa dibawah pimpinan Bhatara Penyarikan dan Bhatara Indra segera diutus untuk menjalankan perintah, menggugurkan semua kandungan bidadari, mengusir Arjuna dari khayangan dan membawa paksa Dewi Dresanala.

Terkisahkan pasukan dewa sampai di kediaman Dewi Dresnala, Arjuna diusir dengan kasar dan kembali ke Marcapada dengan sedih. Dewi Dresanala dipaksa untuk ikut ke kediaman Dewasrani, saking sedihnya Dewi Dresanala berteriak nyaring, lalu lahirlah jabang bayi dari perutnya bersamaan dengan teriakan itu.



Sementara di Marcapada Semar Badranaya (atau Punokawan Jelmaan Sang Hyang Ismaya saudara Sang Hyang Girinata dan Sang Hyang Antaga/Togog) dilapori Arjuna kejadian yang terjadi, apalagi pasukan baju barat dari Sentra Gandamayit kediaman Bhatari Durga sempat menghambat langkah Arjuna, untung bisa dimusnahkan. Semar naik darah dan pergi ke khayangan untuk melihat apa yang terjadi.

Bayi yang masih orok itu, yang merupakan anak Dewi Dresanala seharusnya dilihat dengan penuh kasih sayang, tapi tidak dengan pasukan dewa. mereka justru memukuli bayi merah itu. anehnya bukanya mati, justru bayi merah itu jadi bisa merangkak. Bhatara Indra dan Bhatara Penyarikan bingung, maka disiapkanlah pusaka. dihantamkanya ke bayi merangkak tadi. keajaiban kembali terjadi, bayi itu berubah jadi anak kecil yang bisa berjalan. kehilangan akal sehatnya bayi itu dimasukan kedalam Kawah Candradimuka.


Semar melihatnya dengan penuh gregetan, dia sudah tidak sabar pengen menampar para dewa dewa tanpa rasa kasihan itu, lalu Semar turun dan berdiri di samping Kawah Candradimuka. tiba tiba keluarlah anak muda dari dalam kawah dengan tubuh berwarna merah api. dia kemudian menghampiri Semar dan bertanya siapa dirinya dan siapa ayah ibunya.

Semar memberi nama Wisanggeni kepadanya. begitu diberi nama Wisanggeni si pemuda ini menjadi sehat badannya, segar dan penuh dengan kekuatan. dia berterima kasih kepada Semar. lalu oleh Semar disuruh untuk bertanya kepada pasukan dewa siapa ayah ibunya. bagaimana kalau tak dijawab? kata si Wisanggeni, gebuki aja kata Semar.

Wisanggeni menghadang pasukan dewa, dan seperti disinyalir, pasukan dewa gak tau siapa ayah ibu anak ini, maka Wisanggeni mengamuk dan dihajarlah pasukan dewa sampai kocar kacir, dan akhirnya menghadap ke Bhatara Guru. Wisanggeni mengikuti ke hadapan Bhatara Guru diiringi oleh Semar dari jauh.

Bhatara Guru marah, Semar menyuruh Wisanggeni berbuat sama pada Bhatara Guru, bertanya siapa ayah ibunya kalo gak dijawab gebuki. dan Bhatara Guru bertanding melawan Wisanggeni, dan kalah. di tangan kanan kirinya tak mampu menembus kulit  Raden Wisanggeni. Bhatara Guru melarikan diri ke dunia….

Wisanggeni mengikuti larinya Bhatara Guru ke dunia. di dunia Bhatara Guru menemui Arjuna yang lagi bersedih bersama Bimasena atau Werkudoro. dia dibarengi oleh 2 orang petapa yang membimbing Arjuna. Bhatara Guru datang dan meminta bantuan. bahwa ada anak setan yang mengacak acak khayangan. walaupun Arjuna sedih karena diperlakukan buruk oleh para dewa, dia siap maju. tapi Werkudoro mencegah dan maju terlebih dahulu.

Wisanggeni melihat ada satria tinggi besar bertanya pada semar, siapa itu? dijawab oleh Semar, Satria Yodipati Werkudoro. ketika akan dihajar oleh Wisanggeni, Semar melarang dan menyuruh Wisanggeni menghantam Kuku Pancanaka Werkudoro, karena itu kelemahanya. dan benar, setelah tantang menantang terjadilah perkelahian antara Wisanggeni dan Werkudoro. Werkudoro mundur ketika Wisanggeni menghantam kukunya. sambil menahan sakit Werkudoro menyuruh Arjuna maju.

Melihat ada satria bagus maju bertanya Wisanggeni siapa dia? maka dijawab oleh Semar itu ayahmu, janganlah melawannya. dan Wisanggeni pun berkelahi tanpa kekuatan, dia hampir dikeris oleh Arjuna, tapi dihalangi Semar. Semar berkata lebih baik bunuh saya, karena dia itu anakmu, dan berangkulanlah dua orang ayah anak itu sambil menangis.

Bima ngamuk ngamuk setelah tahu Bhatara Guru salah, dia berkata pantas saja aku kalah, ia mengaku membela orang yang salah. dan dua pertapa berubah jadi Bhatara Kamajaya dan Bhatara Narada setelah tidak kuat berhadapan dengan Semar. Bhatara Guru minta maaf pada Semar, Bhatara Narada dan juga Arjuna serta Wisanggeni. berjanji tidak akan mengulangi.

Wisanggeni melabrak tempat kediaman Dewasrani, Dewasrani digebuki oleh Wisanggeni, Dewi Dresnala diajak pulang, sementara ibunya Bhetari Durga di hadapi Semar, maka lunglailah sang Bhetari, dia tidak berani melawan semar. pasukan baju barat yg tadinya mengacau dibawa balik setelah Semar memaafkan si Bhatari Durga, akhirnya berkumpullah, Dewi Dresnala, Arjuna, dan Wisanggeni.

Kesimpulan bahwa Raden Wisanggeni putra Dewi Dresanala istri Arjuna dengan kekuatannya atau kesaktiannya sebenarnya mendapat bantuan langsung oleh Dewa Sang Hyang Wenang yang juga adalah orangtua dari Semar, Bhetara Guru dan Togog.
 

Dan cerita ini telah di pagelarkan di Perumahan Graha Prima Rw.016 pada tanggal 24 Agustus 2013 oleh Dalang Ki Palguno Edy Subagyo, SE dari Yogyakarta bersama sinden bintang tamu mba' Tumpuk dari Wonosobo, hadirin para penonton yang begitu antusias menyaksikan hiburan pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini hingga selesai sampai pagi (tanceb kayon).

Keterangan:
lakon "Wisanggeni Lahir" dalam pementasan wayang kulit oleh para Ki Dalang dalam alur cerita terkadang ada pembedaan, namun tetap pada titik temu dari karakter sosok wayang (pakem).

sumber: seni budaya wayang Indonesia

motto
Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa.
Melestarikan budaya nasional warisan leluhur sebagai wujud jati diri dan watak bangsa Indonesia




by: Imam Sugraha (wonosobo)